![]() |
source: pixabay |
kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat dan tak habis-habisnya gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat merebutmu
entah kapankah bisa kutangkap
(Nocturno-SDD)
Angin awal kemarau menyapa seluruh kota tanpa kecuali. Mengayun ujung ranting dahan yang daunnya menjulur di depan jendela. Mengirim dingin pagi pada sebuah kamar yang redup. Ada yang semalaman terjaga dalam gelisah di sini. Sendiri menjelma sepi dan hening.
Aku dapat tiket selasa, dek.
Itu berarti hari ini. Kamu akan terbang lagi. Menjauh menuntaskan mimpi. Lalu bagian bumi timur akan mendekapmu selama beberapa bulan ke depan. Mungkin hingga puncak musim berikutnya yang itu adalah penghujung tahun.
Kukemasi ranjang yang kubuat kusut sendiri. Kurapikan lagi puluhan lembar foto yang memenuhi seprei, selimut dan bantal. Beberapa tergolek di karpet dan bawah meja. Foto foto yang kulahap kenangannya tanpa pernah kenyang. Meski sudah kutelan semuanya semalaman.
Gelenyar denyut terasa lagi. Lembut mengalir dalam darah. Tak bisa kucegah arusnya meski kutahu ini tidak pada tempatnya. Ranting-ranting otakku telah mengikat nama mengandung senyuman itu. Entah mengapa aku ingin selalu menyimpannya dalam setiap larik sajakku.
Jiwaku terjerat amukan rasa lalu. Harum sinarmu menghujani detikku, membiaskan seluruh kesadaran. Aku pun menikmati hutan rindu ini, menyusupi jejaknya makin dalam. Tuhan, ini jugakah yang Kau mau?
Menanti musim memintas adalah menghabiskan waktu dalam nyeri yang indah. Nyeri yang ingin kupelihara dengan lembut dan manis. Nyeri yang selalu membuat hidup bergairah. Nyeri yang dikirimnya bersama angin dalam pendar bintang malam. Nyeri yang menerobos setiap katup pagi dan pintu senja.
Di sini, di negeri gunung ini, kuhirup amis lautmu. Yang ombaknya bergulung gulung serupa rambutmu. Dan gelombangnya keras menderu tebing yang beku, tatag seperti kamu. Awan awan pun pecah dalam senyummu.
Apalagi yang bisa kukata tentangmu. Tentang jalan yang terjal menikung. Aku tak akan pernah cemburu pada cahaya bintang dan angin pucat yang setia memeluk jalan itu.
Temanggung, 2 Juni 2019
#empisempiskomunitasnulis
#1pekan1tulisan
#arisantulisan
#pekanke2
#temacintaterpendam
#empiser
#empiser
Duh entah kenapa ya baca ini kok hawanya sedih? Apa emang intinya cerita sedih? :(
BalasHapusMaaak...tulisan Njenengan nyastra banget. Keren abis, top lah pokoknya. I really love it.
BalasHapussebuah cerita untuk mereka yang berkawan dengan jarak. kemudian kangen suami di sana, huhuhu..
BalasHapusAku pernah menulis tema seperti ini jaman mahasiswi, cinta terpendam pada yang tak terjangkau oleh jarak. Duhh malah sedih karena kan kami sedang LDR, sama nih dengan Sovi.
BalasHapusKata2nya indah banget siih mba diin aku pengen juga bisa nulis kaya gini.
BalasHapusDuuhh mbak terus kok aku jd kebayang jaman LDRan ya. Diksimu indah banget si mbak, love love love bangeeett
BalasHapusalamak, tulisannya keren banget, di balik sosok mbak dini yang lucu ternyata bisa nulis puitis kayak gini ehem
BalasHapusAiiih...aku terbawa untaian kata2mu mbak.. Sukaaak deh.. Kapan ya aku bisa menulis dg indah seperti ini? Hiks..
BalasHapusKata-kata Mbak Dini selalu indah, beda memang kalau sastrawati, menyentuh pisan padahal ceritanya pendek saja..
BalasHapusMba Din... jadi pengen belajar nulis nyastra lagi nih, udah lama aku banget rasanya.Pilihan katanya Mba Dini keren banget asli.
BalasHapusAKu baca ini mendadak kangen pak suami, padahal juga baru 2 hari LDR-an seminggu doang :D
Waduh... larik rindu ini terasa berjajar di sepanjang titian kalbu. Entah kapan bisa kulepas semua jerat rasa yang tersimpan di dalam pendar mataku.
BalasHapusMbuh wes, iki cocok opo ora jadi komen ya mba hihiii.. belum pernah nulis yang senyastra ini sih soalnya. ;)
Wah, bagus sekali mbak tulisanmu. Semakin banyak membaca karya orang, saya makin minder tapi termotivasi.
BalasHapusKomunitas nulisnya kok namane lucu mba hahahah. Keren ini mbaa. Kamu cocok njadi penyair.
BalasHapusPuitiisss abiiss. Kok jadi bikin kangen seseorang ya tetiba
BalasHapus