Kusta, satu nama penyakit yang kini jarang kita dengar. Namun, bukan berarti penyakit ini sudah tidak ada. Kusta memang penyakit menular, meski untuk penularannya butuh kontak yang lama dengan penderita. Kabar baiknya, dengan penanganan yang tepat dan pengobatan yang patuh, kusta bisa disembuhkan.
Kasus kusta di Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami stagnasi dengan jumlah capaian 18.000 kasus. Merupakan tingkat kasus tertinggi ke-3 di dunia. Bukan sebuah prestasi yang membanggakan.
Kusta juga merupakan penyakit yang bisa menimbulkan disabilitas. Pada tahun 2017, disabilitas akibat kusta tercatat sejumlah 6,6 orang per 1.000.000 penduduk. Jauh dari target yang ingin dituju yaitu kurang dari 1 orang per 1.000.000 penduduk.
Hal ini menunjukkan masih adanya masalah dalam penanganan kusta di Indonesia. Salah satunya terkait dengan sosialisasi dan edukasi apa itu kusta, apa dampak dan bagaimana penanganannya.
NLR, sebuah organisasi non pemerintah yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi disabilitas akibat kusta, menggandeng Babinsa dan PKK mengadakan Roadshow Leprosy dengan tujuan membuka ruang berbagi informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang kusta dan penanganannya.
Beberapa kota yang mendapat kesempatan roadshow ini adalah Tegal, Slawi dan Kabupaten Cirebon. Pekan lalu, 14 Juni 2023, Gaung Kusta bersama Babinsa dan PKK disebarluaskan dalam talkshow Ruang Publik KBR, yang disiarkan secara langsung melalui jaringan radio KBR dan channel Youtube Berita KBR.
Sangat menarik menyimak talk show yang menghadirkan narasumber Kapten Inf. Shokib Setiadi, Pasiter Kodim 0712 Tegal dan Elly Novita, S.KM, MM, Wakil Ketua Pokja 4, TP PKK Kota Tegal. Mereka berbagi kesan tentang pelaksanaan Roadshow Leprosy di kota Tegal, memaparkan tindak lanjut pelaksanaan dan harapan ke depan akan penanganan kusta di wilayah Tegal.
Babinsa dan PKK yang berperan dalam pendampingan masyarakat, merupakan ujung tombak penyebaran informasi dan edukasi. Mereka bersinggungan langsung dengan masyarakat dan paham pada kondisi setempat, dirasa tepat untuk menjadi perpanjangan tangan penanganan kasus kusta ini.
Tidak dipungkiri, stigmatisasi terhadap kusta dan penyandangnya kerap terjadi di masyarakat. Hal ini juga disampaikan oleh Kapten Shokib tentang kesannya setelah mengikuti Roadshow Leprosy tersebut, "Kegiatan tersebut betul-betul mengedukasi peserta yang hadir. Karena selama ini stigma kusta ini adalah penyakit yang menakutkan. Bahkan, di seputar wilayah Tegal mengatakan ini penyakit kutukan."
Dengan adanya roadshow ini, bagi Babinsa sendiri merupakan satu ajang pembelajaran yang membuka wawasan dalam mendampingi dan mengedukasi masyarakat. Roadshow yang dikemas secara menarik dan gembira ini membuat peserta yang datang, antara lain orang yang pernah mengalami kusta pun semangat membuka diri.
Senada dengan Kapten Shokib, Elly Novita juga menyampaikan kendala besar dalam pendampingan masyarakat tentang kusta ini adalah adanya anggapan yang keliru di masyarakat, stigma bahwa kusta itu penyakit kutukan, dan banyaknya berita hoax yang dipercaya masyarakat.
"Bahkan mirisnya, stigma itu juga muncul dari diri penderita sehingga dia menolak dianggap kusta karena takut dikira kena kutukan," kata Elly. Hal ini sering menghambat penanganan penyakit kusta di daerahnya.
Maka dengan diadakannya Roadshow Leprosy oleh NLR ini, Elly selaku Tim Penggerak PKK sangat menyambut baik karena semua materi yang diberikan betul-betul membuka wawasan tentang kusta. Mulai dari gejala awal, deteksi dini orang dengan penyakit kusta, tipe-tipe kusta, pengobatan hingga peran anggota keluarga.
Pada kegiatan itu, juga ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama seluruh peserta yang hadir. Baik Babinsa maupun PKK juga serius menindaklanjuti dengan melanjutkan materi yang didapat ke jenjang pemerintahan terkecil, hingga RT dan kelompok dasa wisma.
Keduanya berharap dengan langkah pendekatan yang ramah dan tanpa sekat, bisa meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyebab dan pengobatan kusta. Sehingga akan mempercepat penanganan kasus kusta yang ada, dan angka kesembuhan meningkat. Tentunya pula diiringi dengan implementasi pelayanan kusta tanpa diskriminasi.
Komentar
Posting Komentar